Senin, 09 Juni 2008

Berdoa Di Dalam Roh Kudus

Oleh: Ev. Liem Sien Liong



I. PENDAHULUAN


Dalam iman Kristen, “berdoa” bukanlah aktivitas rohani yang dilakukan apabila seseorang memiliki waktu untuk melakukannya. Berdoa juga bukan aktivitas yang dilakukan apabila seseorang memiliki kebutuhan yang urgent, untuk disampaikan kepada Tuhan, tetapi kemudian ia tidak pernah melakukannya kembali. Berdoa juga bukan suatu aktivitas rutin tanpa nilai-nilai spiritualitas di dalamnya. Sebaliknya, berdoa adalah aspek yang sangat penting dari kehidupan iman seseorang. I. John Hesselink mengatakan: “[O]ne of the most important aspects of the life of the faith is prayer” [salah satu aspek terpenting dari kehidupan iman adalah doa].1 Demikian pula Simon Chan mengatakan, “Doa adalah tanda kehidupan iman. . . . Seluruh kehidupan orang Kristen dapat digambarkan sebagai kehidupan doa.”2 Karena itu, sudah semestinya setiap orang percaya senantiasa berdoa (bdk. Luk. 18:1; 1Tes. 5:17).

Secara sederhana, doa dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana manusia menjalin hubungan dengan Allah. Dalam institutio-nya, John Calvin mengatakan bahwa doa adalah suatu penghubung antara manusia dengan Allah. Meskipun Allah telah memberikan janji-Nya, namun Ia menghendaki agar umat-Nya meminta di dalam doa.3 Selain itu, doa juga menjelaskan betapa lemah umat-Nya dalam menghadapi kehidupan, sehingga mereka perlu terus menerus memohon pertolongan-Nya.4

Namun Alkitab tidak hanya mengajarkan kepada umat Tuhan untuk tekun berdoa, melainkan juga memerintahkan agar mereka melakukannya “di dalam Roh Kudus” (praying in the Spirit). Secara eksplisit, perintah tersebut terdapat di dalam Perjanjian Baru, yakni Efesus 6:18 dan Yudas 1:20, seperti yang dikatakan oleh Arthur Wallis mengatakan:

The contexts of the only two references to praying in the Spirit in the New Testament are instructive. The first reference concludes that great passage in Ephesians 6 on the armor of God in the believer’s warfare. The other, in Jude, follows the exhortation to build ourselves up on our most holy faith [Hanya ada dua referensi mengenai berdoa di dalam Roh Kudus dalam Perjanjian Baru yang konteksnya adalah instruktif. Referensi pertama menutup bagian terbesar Efesus 6 yang berbicara tentang perlengkapan senjata Allah dalam peperangan rohani orang percaya. Sedangkan yang lain, dalam Kitab Yudas, mengikuti perintah untuk membangun diri kita di atas iman kita yang sangat suci].5

Apa arti berdoa “di dalam Roh Kudus” itu?

Secara umum arti kata “berdoa” mudah dimengerti oleh umat Tuhan, tetapi berdoa di dalam Roh Kudus tentu saja menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah yang dimaksud Alkitab tentang berdoa di dalam Roh Kudus? Mengapa Alkitab (PB) mengajarkan umat Tuhan untuk berdoa di dalam Roh Kudus? Apakah berdoa di dalam Roh Kudus merupakan suatu cara tertentu untuk berdoa?6 Atau benarkah berdoa di dalam Roh Kudus berarti berdoa dengan menggunakan karunia bahasa lidah; atau yang sering dikenal dengan bahasa roh (Yunaninya, “glossolalia”)?7

Melalui tulisan ini, penulis mencoba melakukan sebuah studi teologis terhadap persoalan tersebut berdasarkan perspektif Perjanjian Baru (PB). Namun tidak terlepas dari studi ini, penulis juga akan memaparkan dan mengevaluasi pandangan kontemporer tentang arti berdoa di dalam Roh Kudus. Kemudian pada bagian akhir, penulis akan memberikan penerapannya bagi kehidupan doa orang percaya. Diharapkan melalui tulisan ini, jemaat Tuhan mengerti arti dan signifikansi berdoa di dalam Roh Kudus.



II. BERDOA DI DALAM ROH KUDUS MENURUT PERJANJIAN BARU


Alkitab tidak saja mengajarkan agar umat Tuhan bertekun di dalam doa, tetapi juga memerintahkan supaya mereka melakukannya “di dalam Roh Kudus.” Misalnya, perintah ini sangat jelas di dalam surat Paulus kepada jemaat Tuhan di Efesus. Ia mengatakan: “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh Kudus” (Ef. 6:18).

Kata “setiap waktu” [Yunaninya, “pantote”] memiliki kesetaraan dengan kata “terus menerus” atau “selalu” [Yunaninya, “adialeptos”] di dalam 1 Tesalonika 5:17.8 Tentang hal ini Leon Morris mengatakan: “Prayer is to be ‘at every season’ and ‘in the Spirit.’ The apostle does not regard prayer as an occasional activity but one to be engaged in constantly. There is no season at which prayer is inappropriate for the believer” [“Doa adalah dilakukan “setiap waktu” dan “di dalam Roh Kudus.” Sang Rasul tidak memandang doa sebagai tindakan yang dilakukan sesekali, tetapi tindakan yang dilakukan secara terus menerus. Tidak ada waktu di mana doa tidak pantas bagi orang percaya”].9 Dengan kata lain, pemakaian kata “setiap waktu” menegaskan bahwa berdoa di dalam Roh Kudus juga dilakukan secara tekun atau terus menerus.

Meskipun perintah berdoa di dalam Roh Kudus adalah sangat penting, namun di dalam PB, perintah tersebut hanya terdapat di dalam Efesus 6:18 dan Yudas 1:20. Sedikitnya teks yang menegaskan tentang berdoa di dalam Roh Kudus ini membuktikan bahwa studi terhadap perintah tersebut perlu dilakukan dengan teliti dan hati-hati, sebab seluruh kitab PB tidak memberikan penjelasan atau klarifikasi yang eksplisit tentang kedua teks tersebut. Karena itu, studi tentang arti berdoa di dalam Roh Kudus ini memerlukan analisa teks dan konteks, serta memperbandingkannya dengan tulisan PB lain yang berhubungan dengan masalah tersebut.


SEBUAH METODOLOGI

Menurut J. Oswald Sanders, untuk mengerti arti “berdoa di dalam Roh Kudus,” maka perlu terlebih dahulu kita menemukan arti frase “di dalam Roh Kudus.” Ia mengatakan: “We must first understand the meaning of the phrase ‘in the Spirit’” [“Pertama-tama kita harus mengerti arti frase berdoa ‘di dalam Roh Kudus’”]. 10 Pendapat serupa juga dikatakan oleh Wallis: “To understand rightly the expression ‘praying in the Spirit’ we must first understand what Scripture mean by ‘in the Spirit,’ for it used not only in connection with prayer” [“Untuk mengetahui secara tepat ekspresi ‘berdoa di dalam Roh Kudus,’ pertama-tama kita harus mengerti apa yang Kitab suci maksudkan dengan frase ‘di dalam Roh Kudus’ karena frase ini tidak hanya digunakan dalam hubungannya dengan doa”].11 Dengan perkataan lain, frase “di dalam Roh Kudus” merupakan frase yang signifikan untuk memahami arti “berdoa di dalam Roh Kudus.” Karena itu, tanpa memahami arti frase ini secara tepat, maka kita tidak akan pernah mengerti perintah Paulus atau Yudas secara tepat.

ARTI FRASE “DI DALAM ROH KUDUS” MENURUT EFESUS 6:18

Berdasarkan bentuk kata, frase “di dalam Roh Kudus” dalam Efesus 6:18 tidak memiliki kata sandang penentu (definite article). Frase tersebut dalam bahasa Yunaninya hanya ditulis dengan: “en pneumati.” Menurut C. H. G. Moule, seperti yang dikutip oleh Sanders, frase “di dalam Roh Kudus” tanpa memakai definite article menjelaskan tentang “keadaan yang diliputi oleh pengaruh dan kekuatan dari Roh Kudus,” yakni: “The Holy Spirit was to be ‘the place’ of the prayer, in the sense of being the surrounding, penetrating, transforming atmosphere of the spirit of the praying Christian” [Roh Kudus menjadi tempat bagi doa, dalam arti sedang melingkupi, merasuki, mentransformasi suasana semangat doa Kristiani].12 Pemikiran serupa juga dijelaskan oleh Leon Morris, bahwa arti “di dalam Roh Kudus” adalah “di dalam tuntunan dan pimpinan Roh Kudus.”

For Paul it is important that the Holy Spirit dwells in believers and that the Spirit guides and leads them in all that they do. So they should look for the Spirit to assist them when they pray. They will not prayer effectively if they do so in their own strength and under the guidance of their own wisdom. It is still an important part of the Christian life that God enable us to pray powerfully by giving us the Spirit [Bagi Paulus adalah penting bahwa Roh Kudus tinggal di dalam diri orang percaya, bahwa Ia menuntun dan memimpin mereka dalam semua hal yang mereka lakukan. Karena itu mereka harus mencari Roh Kudus membantu mereka ketika mereka berdoa. Mereka tidak akan berdoa secara efektif jika mereka melakukannya berdasarkan pada kekuatan dan hikmatnya sendiri. Hal ini tetap merupakan bagian yang sangat penting dari kehidupan Kristiani bahwa Allah memampukan kita berdoa secara penuh kuasa karena (Ia) memberi kita Roh Kudus].13

Selain “en pneumati” (di dalam Roh) menjelaskan tentang “tuntunan dan pimpinan Roh Kudus,” maka berdasarkan konteks surat Efesus, kita dapat menemukan pula bahwa frase “di dalam Roh Kudus” berhubungan dengan peran dan karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Klyne Snodgrass menjelaskan: “It should be seen in connection with other passages on the Spirit in Ephesians, especially 3:16” [Frase “di dalam Roh Kudus” harus dilihat dalam hubungannya dengan pesan lainnya tentang Roh Kudus di dalam Kitab Efesus, khususnya pasal 3:16].14

Dalam Efesus 3:16, Paulus berkata: “Aku berdoa supaya Ia, menurut kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam hatimu.” Teks ini secara eksplisit menjelaskan bahwa tujuan pemberian Roh Kudus kepada orang percaya adalah agar mereka memperoleh kekuatan dan keteguhan hati menghadapi situasi yang menantang iman mereka pada masa itu. Pada bagian lain, Paulus juga membicarakan tentang suatu kontradiksi antara pengaruh Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya dengan pengaruh minuman anggur yang memabukan. Ia katakan: “Janganlah kamu mabuk oleh anggur, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh” (Ef. 5:18).

Bagi Paulus, pengaruh anggur tentu saja mengakibatkan seseorang dikuasai oleh kemabukannya, sehingga ia tidak sadarkan diri atau ia tidak dapat mengendalikan diri. Berlawanan dengan kondisi tersebut, Paulus menjelaskan bahwa implikasi dari dipenuhi atau dipengaruhi oleh Roh Kudus akan mengakibatkan seseorang memiliki kesadaran diri, sehingga ia dapat menguasai diri atau mengontrol diri—yakni sebagai hasil dari buah Roh Kudus (bdk. Gal. 5:23).15 Pengaruh Roh Kudus tersebut memimpin dan memberikan kemampuan bagi seseorang untuk hidup dalam moralitas yang dikehendaki Tuhan.16

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kita dapat mengkonklusikan bahwa pandangan Paulus tentang “berdoa di dalam Roh Kudus” tidak dapat dilepaskan dari pandangannya tentang peran dan karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Berdoa di dalam Roh Kudus berarti “berdoa di dalam pimpinan, tuntunan, dan pertolongan Roh Kudus.” Sebagaimana Roh Kudus memimpin, menuntun, dan memberikan kemampuan kepada orang percaya untuk hidup memuliakan Allah, demikian pula Ia memimpin dan menuntun orang percaya di dalam doa mereka.

Setelah kita mengetahui pandangan Paulus tentang berdoa “di dalam Roh Kudus,” maka kita perlu mengetahui bagaimana pandangan Yudas tentang berdoa “di dalam Roh Kudus.” Apakah pandangannya memiliki kesamaan dengan pandangan Paulus atau sebaliknya, yakni bertentangan dengannya, atau mengajarkan suatu cara berdoa tertentu?

ARTI FRASE “DI DALAM ROH KUDUS” MENURUT YUDAS 20

Berdasarkan tujuan dan maksud Kitab Yudas, maka kita dapat mengetahui bahwa Yudas sedang menasihatkan jemaat Tuhan untuk berhati-hati terhadap ajaran para bidat (gnostikisme) yang dapat mempengaruhi iman dan moralitas hidup mereka di dalam Kristus. Para bidat mengajarkan bahwa orang Kristen telah dibebaskan dari tanggung jawab mematuhi tuntutan hukum moral (antinomianisme). Mereka menafsirkan bahwa “kemerdekaan” orang Kristen merupakan “izin” untuk melakukan tindakan amoral (Yud. 1:4).17 Tampaknya ajaran tersebut telah merasuk di tengah-tengah komunitas jemaat Tuhan, sehingga hal ini mendorong Yudas menulis surat kepada mereka supaya mereka mengerti perbedaan antara kehidupan orang benar dengan kehidupan orang yang tidak benar. Dalam komentarinya, Charles Spurgeon mengatakan:

The context for the apostle’s word in this passage is a contrasting of the ungodly and godly. The ungodly are mocking, speaking great swelling words, and walking after their ungodly lusts, while the righteous are building up themselves in their most holy faith and keeping themselves in the love of God. The ungodly are showing the venom of their hearts by mourning and complaining, while the righteous are manifesting the new principle within them by praying in the Holy Ghost [Konteks perkataan rasul dalam pesan ini adalah mengenai suatu pertentangan antara orang fasik dan orang benar. Orang fasik seringkali berpura-pura, bermulut besar, dan hidup menurut nafsu mereka, sedangkan orang benar membangun dirinya dalam iman yang sangat suci dan menjaga diri mereka dalam kasih Allah. Orang fasik sering menunjukkan ketidaksenangan hatinya dengan keluhan dan tuntutan, sementara orang benar menyatakan kehidupan baru dalam diri mereka melalui berdoa di dalam Roh Kudus].18

Salah satu perbedaan yang ditegaskan oleh Yudas dalam suratnya adalah, bahwa umat Tuhan akan selalu berdoa “di dalam Roh Kudus” (Yud. 1:20), sedangkan orang fasik (para bidat) selalu berdoa berdasarkan pada keinginan hawa nafsu mereka. Mengapa Yudas mengingatkan agar jemaat Tuhan selalu berdoa “di dalam Roh Kudus”?

Dalam analisanya tentang Kitab Yudas, Norman Hillyer mengatakan:

God’s Spirit alone can teach believers how to pray aright (Rom. 8:28). Without him, prayer can easily become self-centered. . . . By contrast, the false teachers, since they do not have the Spirit (v. 19), cannot pray aright—and perhaps they do not pray at all, as some “advanced” modern-day professing freely admit [Hanya Roh Allah saja yang dapat mengajarkan kepada kita bagaimana berdoa dengan benar (Rm. 8:28). Tanpa Dia, doa akan mudah berubah menjadi berpusat pada diri sendiri. Secara kontras, guru-guru palsu, karena mereka tidak memiliki Roh Kudus, tidak dapat berdoa dengan benar, dan bahkan mereka tidak berdoa sama sekali, seperti beberapa pengakuan modern yang menerimanya secara bebas].19

Dengan perkataan lain, Yudas menasihati agar jemaat Tuhan berdoa di dalam Roh Kudus, supaya mereka dapat berdoa sesuai kehendak Allah. Sebaliknya, tanpa pimpinan dan tuntunan Roh Kudus, maka mereka tidak akan dapat berdoa sesuai kehendak Allah. Ini berarti ekspresi yang muncul dari kalimat berdoa “di dalam Roh Kudus” menjelaskan tentang “pimpinan dan tuntunan Roh Kudus” bagi orang percaya, tatkala mereka sedang berdoa. Spurgeon mengatakan:

I understand from the expression ‘praying in the Holy Ghost’ that the Holy Ghost is actually willing to help me to pray, that He will tell me how to pray, and that when I get a point where I am at a loss for words and cannot express my desires, He will appear in my extremity and make intercession in me with groaning that cannot be uttered [Saya mengerti dari ekspresi ‘berdoa di dalam Roh Kudus’ bahwa Roh Kudus secara nyata berkehendak untuk menolong saya berdoa, bahwa Ia akan mengatakan kepadaku bagaimana berdoa, dan bahwa ketika saya terbatas, di mana saya kehilangan kata-kata dan tidak mampu mengekspresikan kerinduan-kerinduan saya, Ia hadir di dalam kebutuhanku dan membuat perantara di dalamku dengan keluhan yang tidak dapat diucapkan].20

Pemikiran serupa juga dikatakan oleh John Calvin dalam komentarinya tentang Kitab Yudas:

Whenever we need constancy in our faith, we must have recourse to prayer, And as our prayer are often perfunctory, he adds, ‘in the Spirit,’ as if to say, such is the laziness, such the coldness of our make-up, that none can succeed in praying as he ought without the prompting of the Spirit of God [Kapanpun kita memerlukan keteguhan di dalam iman kita, kita harus memiliki penolong untuk berdoa, dan sebagaimana doa kita sering asal-asalan, Dia menambahkan “di dalam Roh kudus,” seolah-olah Ia hendak mengatakan, karena kemalasan dan sikap tak acuh kita, maka tidak ada seorangpun berhasil berdoa seperti yang ia harus lakukan tanpa dorongan/pertolongan Roh Kudus].21

Demikian pula hal ini sesuai dengan arti literalnya, yakni frase “di dalam Roh Kudus” menjelaskan tentang “pimpinan, tuntunan dan pertolongan Roh Kudus” bagi orang percaya, seperti yang dikatakan oleh Douglas Moo: “[P]raying that is done ‘in the Spirit’—that is stimulated by, guided by, and infused by the Holy Spirit” [“Berdoa yang dilakukan ‘di dalam Roh Kudus’—adalah (berdoa yang) didorong, dituntun, dan ditanamkan oleh Roh Kudus].22

Dari analisa teks dan konteks Kitab Yudas di atas dapat dikonklusikan bahwa arti berdoa “di dalam Roh Kudus” adalah berdoa di bawah pimpinan, tuntunan dan pertolongan Roh Kudus. Berdoa di dalam Roh Kudus merupakan suatu bukti bahwa umat Tuhan dapat berdoa dengan benar sesuai kehendak Allah, sedangkan orang fasik (para bidat) berdoa dengan menuruti keinginan hawa nafsu mereka.

EFESUS 6:18 DAN YUDAS 1:20 MERUPAKAN EKSPRESI PB TENTANG BERDOA DI DALAM ROH KUDUS

Berdasarkan studi teologis tentang arti “berdoa di dalam Roh Kudus,” baik menurut Paulus maupun Yudas, penulis menemukan bahwa tidak ada perbedaan pandangan di antara kedua penulis tersebut. Bagi Paulus maupun Yudas, arti berdoa “di dalam Roh Kudus” adalah berdoa “di dalam pimpinan dan pertolongan Roh Kudus.” Demikian pula, berdasarkan karakteristik pemikiran dan bentuk tulisan mereka membuktikan bahwa mereka tidak saling mempengaruhi. Richard J. Bauckham mengatakan: “There is therefore no need to see specifically Pauline influence on Jude here, but the close verbal parallel with Eph 6:18” [Karena itu tidak perlu melihat pengaruh Paulus secara khusus dalam Kitab Yudas 20, tetapi (bagian ini memiliki) paralel kata kerja yang sangat dekat dengan Efesus 6:18]. 23 Jika hal ini benar, maka parelisme yang tampak antara Efesus 6:18 dengan Yudas 1:20 membuktikan bahwa pemikiran Paulus maupun Yudas adalah pemikiran umum jemaat mula-mula pada waktu itu. Pandangan ini didukung pula oleh sejumlah literatur Kristen mula-mula yang menjelaskan bahwa pada umumnya mereka memahami berdoa di dalam Roh Kudus sebagai berdoa di bawah tuntunan, pimpinan, dan pertolongan Roh Kudus.24 Jika demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun perintah untuk berdoa di dalam Roh Kudus dalam PB hanya terdapat di dalam Efesus 6:18 dan Yudas 1:20, namun keduanya cukup memberikan kontribusi tentang signifikansi doa tersebut dalam kehidupan jemaat mula-mula. Namun, hal ini tetap menimbulkan pertanyaan, apakah kita dapat mengatakan bahwa tuntunan dan pimpinan Roh Kudus tersebut identik atau sama dengan berdoa “dalam bahasa lidah” atau sering dikenal dengan istilah “berdoa dalam bahasa roh” (glossolalia?



III. BERDOA DI DALAM ROH KUDUS MENURUT PANDANGAN

KONTEMPORER: SEBUAH EVALUASI


PANDANGAN KONTEMPORER

Berdasarkan interpretasi yang dilakukan oleh kalangan karismatik dan beberapa komentator, seperti J. D. G. Dunn25 dan Thomas Matson,26 berdoa di dalam Roh Kudus adalah berdoa dengan menggunakan bahasa roh (bahasa lidah). Mereka berpendapat bahwa perintah yang terdapat di dalam Efesus 6:18 dan Yudas 1:20 mengacu pada 1 Korintus 12-14, yakni identik dengan Paulus yang berdoa dengan rohnya. “Jadi, apakah yang harus ku buat? Aku [Paulus] akan berdoa dengan rohku. . . .” (1Kor. 14:15). Teks ini kemudian dihubungkan dengan 1 Korintus 14:2 yang mengatakan: “Siap yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal rahasia.” Karena itu, bagi kalangan karismatik, berdoa dengan roh atau berdoa dalam bahasa roh adalah identik dengan berdoa di dalam Roh Kudus.

Selain itu, Paul Y. Cho, seorang tokoh karismatik, juga berpendapat bahwa 1 Korintus 14:2 memiliki hubungan yang erat dengan keterangan Paulus yang terdapat di dalam Roma 8:26-27. Ia mengatakan:

Seperti baru saja saya kutip [Roma 8:26-27], Rasul Paulus menyatakan bahwa Roh Kudus sendiri melakukan doa syafaat bagi kita! Oleh karena berdoa dalam Roh Kudus itu menggunakan bahasa roh kita sendiri, maka cara kita untuk menjadi kuat, untuk menolong kelemahan kita, ialah berdoa dalam bahasa roh.27

Jadi, berdasarkan pandangan di atas dapat dikonklusikan bahwa menurut Cho maupun penafsir kontemporer, umat Tuhan yang berdoa dengan menggunakan bahasa lidah (roh) adalah mereka yang berdoa di dalam pimpinan dan tuntunan Roh Kudus.

PERMASALAHAN PANDANGAN KONTEMPORER

Sekilas interpretasi kontemporer di atas tampak koheren dan logis. Namun apabila kita memperhatikan presuposisi konteks PB tentang berdoa di dalam Roh Kudus, maka kita akan mengetahui bahwa konklusi tersebut tidak biblikal, bahkan hal ini menyisakan persoalan teologis yang sangat fundamental.

Pertama, benarkah Roh Kudus hanya memberikan pertolongan kepada jemaat Tuhan yang “memiliki” karunia bahasa lidah (berglossolalia)? Apakah mereka yang berbahasa lidah adalah mereka yang berdoa di dalam pimpin dan tuntunan Roh Kudus? Bagaimana dengan mereka yang tidak berglosolalia, apakah mereka tidak mendapatkan pimpinan dan tuntunan Roh Kudus di dalam doa mereka?

Kedua, benarkah Roma 8:26-27 hanya mengacu kepada mereka yang dapat berkata-kata dalam bahasa lidah, atau teks tersebut menjelaskan peran Roh Kudus bagi semua orang percaya? Karena itu sangat penting bagi kita untuk mengerti persoalan ini dari teks Alkitab yang bersangkutan.

EVALUASI TERHADAP PANDANGAN KONTEMPORER

Berdasarkan analisa dari beberapa komentator, berdoa “di dalam Roh Kudus” tidaklah identik dengan berdoa menggunakan bahasa lidah, meskipun berkata-kata dengan bahasa lidah dapat saja dikategorikan sebagai sebuah doa. Misalnya, D. A. Carson, dalam tulisannya yang berjudul Showing the Spirit: A Theological Exposition of 1 Corinthians 12-14—ketika membahas pasal 14:14, mengatakan:

Verse 14 does not introduce a new subject, a switch from speaking in tongues to praying in tongues, for 14:2 has already establish that speaking in tongues is primarily directed to God. In other words, speaking in tongues is form of prayer. . . . Still less is there justification for linking this with the hymn singing of Ephesians and Colossians: that the letter was “in the Spirit” is not a sufficient criterion [Ayat 14 tidak memperkenalkan topik baru, (yakni) suatu peralihan dari berkata-kata dalam bahasa lidah kepada berdoa dengan memakai bahasa lidah, karena pasal 14:2 telah menentukan bahwa berkata-kata dengan bahasa lidah terutama ditunjukkan kepada Allah. Dengan kata lain, berkata-kata dalam bahasa lidah adalah suatu bentuk doa. . . . Tetap saja kurang ada dasar pembenaran untuk mengkaitkan ayat ini dengan himne pujian dalam Kitab Efesus dan Kolose; bahwa berkata-kata dalam bahasa lidah adalah “di dalam Roh Kudus,” bukanlah suatu kriteria yang memadai].28

Meskipun berkata-kata dalam bahasa lidah merupakan suatu bentuk doa, namun tidak ada bukti yang eksplisit dalam PB yang mendukung gagasan bahwa berdoa “di dalam Roh Kudus” adalah berdoa dengan menggunakan karunia bahasa lidah. Demikian pula, jika kita mencermati relasi antar teks tersebut, maka kita akan menemukan bahwa Roma 8:26-27, Efesus 6:18 dan Yudas 1:20 tidak memiliki korelasi dengan 1 Korintus 14:15, yang membuktikan bahwa pandangan Paulus ataupun Yudas tentang berdoa doa “di dalam Roh Kudus” berpijak pada teks 1 Korintus 14:15. Frase “di dalam Roh Kudus” dalam Surat Efesus maupun Yudas sangatlah berbeda dari pengertian frase “berdoa dengan rohku” (1Kor. 14:15). Arthut Wallis mengatakan:

In Corinthians 14:15, denotes praying in tongues, as context clearly shows. . . . Examination of the above reference in Corinthians with two reference to praying ‘in the Spirit’ or ‘in the Holy Spirit’ (Eph. 6:18 and Jude 20) indicates that they are not synonymous. There is difference in the Greek which our translators have been careful to convey by not only using different prepositions, ‘with’ and ‘in,’ but by using a capital ‘S’ for ‘in the Spirit’ and a small ‘s’ for with the spirit,’ and that is true of all the main version [1 Korintus 14:15 menunjukkan berdoa dalam bahasa lidah, seperti yang jelas dari konteksnya. . . . Pemeriksaan referensi di atas dalam Kitab Korintus dengan dua referensi “berdoa di dalam Roh” atau “berdoa di dalam Roh Kudus” (Ef. 6:18 dan Yudas 20) mengindikasikan konklusi bahwa mereka tidak memiliki arti yang sama. Terdapat perbedaan dalam bahasa Yunaninya, di mana para penerjemah Alkitab kita telah berhati-hati menerjemahkan, bukan hanya melalui penggunaan preposisi yang berbeda, “dengan” dan “ di dalam,” tetapi juga melalui penggunaan huruf ‘R’ kapital untuk “di dalam Roh” dan menggunakan haruf ‘r’ kecil bagi “dengan roh,” dan itu benar dalam semua terjemahan Alkitab versi yang baik]. 29

Lebih lanjut Wallis juga menjelaskan bahwa 1 Korintus 14:15 hanya mengacu pada berdoa dengan karunia rohani, tetapi bukan “di dalam Roh Kudus.”

The emphasis here is not on the Holy Spirit, as with the expression ‘in the Spirit,’ though of course His presence and activity are implied, for we cannot pray rightly with the spirit, or even with the mind for that matter, apart from the Holy spirit. . . . ‘In the Spirit’ is therefore a much broader concept than ‘with the spirit’ [Penekanan di sini (1Kor. 14:15) bukan pada Roh Kudus sebagamana ekspresi “di dalam Roh,” walaupun tentunya kehadiran dan aktivitas-Nya adalah implikasi, sebab kita tidak dapat berdoa dengan roh (manusia), atau bahkan dengan pikiran untuk hal itu, jika jauh dari Roh Kudus. . . . Karena itu, “di dalam Roh” merupakan konsep yang jauh lebih luas daripada “dengan roh”].30

Demikian pula terjemahan kata “roh” dalam 1 Korintus 14:2 tidak menunjuk pada “Roh Kudus.” Kata tersebut ditulis dengan bentuk kata benda “pneumati,” yang berarti menjelaskan tentang “karunia bahasa roh.”31 Robert L. Thomas menjelaskan:

But in his spirit he speak mysteries” (v. 2b). The activity of speaking with tongues has long been misunderstood because of the gift’s long standing dormancy. The words that close verse 2, however, permit-manifestation (i.e., “in his spirit,” verse 2, where “spirit” stand for the same Greek noun and has the same sense as “spiritual gift” in 14:12) [“Tetapi di dalam rohnya ia mengatakan hal-ha yang rahasia” (2b). Aktivitas berkata-kata dengan bahasa lidah telah lama disalahmengertikan karena karunia tersebut sudah lama tidak aktif. Kata-kata yang menutup ayat 2, bagaimanapun, manifestasi yang diizinkan (yaitu “di dalam rohnya,” ay. 2, di mana “roh” memiliki arti sama dengan kata benda Yunani dan memiliki kesamaan arti sebagai “karunia rohani” dalam 1 Kor. 14:2)].32

Dengan perkataan lain, 1 Korintus 14:2 tidak dapat digunakan untuk menafsirkan Roma 8:26-27, Efesus 6:18 ataupun Yudas 1:20, sebab kata “roh” dalam 1 Korintus 14:2 tidak identik dengan arti frase “di dalam Roh Kudus.”

Meskipun “berkata-kata dalam bahasa lidah (roh)” dapat saja dikategorikan sebagai “sebuah doa,” namun karunia tersebut tidak memiliki arti yang sama dengan “berdoa di dalam Roh Kudus.” Untuk menguji apakah berdoa di dalam Roh Kudus identik dengan berdoa dengan menggunakan bahasa lidah (roh), Wallis mengatakan: “[T]o identify the one with the other is to imply that all the great intercessors of the Old Testament and even our blessing Lord Himself did not praying in the Spirit because, to our knowledge, they did not pray in tongues” [“Untuk mengidentifikasi apakah ‘berbahasa lidah’ sama dengan ‘berdoa di dalam Roh Kudus’ adalah menyatakan bahwa semua perantara/nabi besar dalam PL dan bahkan Tuhan kita yang terpuji tidak berdoa di dalam Roh Kudus karena, menurut pemikiran kita, mereka tidak berdoa dengan bahasa lidah].33 Karena itu, adalah suatu ironi jika karangan karismatik mengklaim bahwa mereka yang berglossolalia adalah mereka yang berdoa di dalam Roh Kudus.

Demikian pula interpretasi Cho, yang mengklaim bahwa Roma 8:26-27 mendukung gagasan 1 Korintus 14:2 tidak dapat dibuktikan berdasarkan teks tersebut, justru sebaliknya Roma 8:26-27 tidak menjelaskan apapun mengenai karunia berkata-kata dalam bahasa roh. Robert L. Thomas mengatakan:

The “groaning too deep for words” of Romans 8:26 have no connection with verse 2. In Romans 8, the subject is the Christian’s private prayer life, and the context has no correlation with the spiritual gifts. The Spirit-led prayers of Romans 8 are duty of all Christians, not just those with a certain gift, and such prayer are unrelated to the gift of tongues [“Kata-kata keluhan yang mendalam” dalam Roma 8:26 tidak memiliki kaitan dengan 1Korintus 14:2. Di dalam Roma 8, subyeknya adalah kehidupan doa pribadi orang Kristen, dan secara konteks tidak memiliki hubungan dengan karunia rohani. Berdoa dengan meminta pimpinan Roh dalam Roma 8 adalah kewajiban semua orang Kristen, dan bukan hanya mereka yang memperoleh karunia tertentu, dan berdoa di dalam Roh tidak berhubungan dengan karunia berbahasa lidah (roh)].34

Selain itu, antara 1 korintus 12-14 dengan Roma 8:26-27 memiliki konteks dan pandangan teologis yang berbeda. Jika di dalam 1 Korintus 12-14, Paulus menjelaskan tentang karunia rohani yang diberikan Allah kepada orang-orang tertentu sesuai dengan pemberian-Nya, maka Roma 8:26-27 menjelaskan peran dan karya Roh Kudus dalam doa bagi semua orang percaya. Douglas Moo menjelaskan:

Like tongues, these “groans” are a “prayer language,” inspired by the Spirit, and taking the form of utterance that cannot be put in the language of earth. But this identification is unlikely. The gifts of tongues is clearly restricted by Paul to some believer only (cf. 1 Cor. 12:30), but the “groans” here means of intercession that come to the aid of all believers [Seperti karunia bahasa lidah, keluhan-keluhan merupakan bahasa doa, yang diinspirasikan oleh Roh, dan berbentuk ucapan yang tidak dapat diuraikan dalam bahasa dunia, namun identifikasi ini tidak sama. Karunia bahasa lidah secara jelas dibatasi oleh Paulus hanya untuk beberapa orang percaya (bdk. 1Kor. 12:30), tetapi “keluhan” (Rm. 8:28) di sini berarti campur tangan/perantara yang datang memberi pertolongan bagi semua orang percaya].35

Pandangan serupa juga dikatakan oleh W. B. Hunter dalam Dictionary of Paul and His Letters, bahwa Roma 8:26-27 memiliki korelasi dengan gagasan berdoa “di dalam Roh Kudus” seperti yang tertulis dalam Efesus 6:18, yaitu berdoa di dalam pertolongan dan pimpinan Roh Kudus, dan bukan berdoa dengan memakai karunia bahasa lidah (roh).

The expression “unspoken groanings” (RSV) in Romans 8:26 is often taken as an allusion to the tongues-speaking by believer during prayer in difficult circumstances. But it seem best to regard ‘stenagmois’ (“with sighs, groans”) as a prayer activity of the Spirit, who discerns the believer’s deepest need and communicates them in a unique way directly to God. . . . If this is correct, then, Paul’s reference elsewhere to praying “in the Spirit” (Eph. 6:18) should probably also not be interpreted as reference to tongues . . . to pray “in the spirit” means to pray in that awareness of God which the Spirit brings, to be able to approach him in simple trusting confidence as a child to his father. [Ekspresi “keluhan yang tak terkatakan” dalam Roma 8:28 sering digunakan sebagai gambaran karunia bahasa lidah yang dipakai oleh orang percaya selama berdoa dalam kondisi yang sulit. Namun adalah lebih baik memahaminya sebagai “stegnamois” (dengan keluh kesah atau keluhan) sebagai aktivitas doa dari Roh Kudus, yang melihat kebutuhan terdalam orang percaya dan mengkomunikasikannya melalui cara yang unik langsung kepada Allah. . . . Jika ini benar, maka referensi Paulus dibagian lain agar orang percaya berdoa “di dalam Roh” (Efesus 6:18) kemungkinan besar tidak seharusnya ditafsirkan mengacu pada karunia berbahasa lidah (roh) . . . berdoa “di dalam Roh Kudus berarti “berdoa di dalam kesadaran tentang Allah yang Roh Kudus karuniakan, untuk dapat menghampiri Allah di dalam keyakinan yang dapat dipercaya sama seperti seorang anak yang menghampiri bapanya].36

Dari analisa teks di atas dapat dikonklusikan bahwa asumsi pandangan kontemporer yang mengakui 1 Korintus 12-14 memiliki korelasi dengan Efesus 6:18 ataupun Yudas 1:20 adalah interpretasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berdoa “di dalam Roh Kudus” bukanlah berdoa dengan menggunakan karunia bahasa lidah, melainkan berdoa di dalam pimpinan dan tuntunan Roh Kudus, sehingga orang percaya dapat berdoa dengan benar sesuai kehendak Allah. Konklusi ini serupa dengan penjelasan John Calvin ketika membahas hubungan Roh Kudus dengan doa orang percaya, yang mengatakan: “We cannot even open our mouths before God without danger unless the Spirit instructs us in the right pattern for prayer” [“Bahkan kita tidak dapat membuka mulut kita di hadapan Allah tanpa bahaya, jika Roh Kudus tidak memerintahkan kita berdoa dengan pola yang benar];37 atau: “He stirs up in our heart the prayers which it is proper for us to address to God.” [Roh Kudus harus menimbulkan doa-doa dalam hati kita di mana doa-doa itu adalah tepat bagi kita untuk disampaikan kepada Allah].38 Jadi, berdoa “di dalam Roh Kudus” adalah berdoa di dalam pimpinan dan tuntunan-Nya; dan hal ini bukan berarti jemaat Tuhan menjadi pasif, menunggu gerakan, atau dorongan dari Roh Kudus, melainkan jemaat Tuhan perlu melatih diri untuk merespons gerakan dari Roh Kudus, ketika mereka sedang berdoa; dan doa tersebut bukan pula doa yang “semau gue.”


IV. PENERAPAN DOA DI DALAM ROH KUDUS BAGI

KEHIDUPAN DOA ORANG PERCAYA


Setelah kita mengetahui bahwa berdoa “di dalam Roh Kudus” adalah berdoa “di dalam pimpinan dan tuntunan Roh Kudus,” maka bagaimanakah implementasinya dalam kehidupan doa orang percaya? Untuk mengaktualisasikan berdoa di dalam Roh Kudus ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang percaya, yaitu: (1) korelasi antara Roh Kudus, aktivitas doa, dan firman Allah. (2) Peran Roh Kudus dalam memuliakan Allah.


KORELASI ANTARA ROH KUDUS, DOA ORANG PERCAYA, DAN FIRMAN ALLAH


Sebelum kita mempratikkan berdoa “di dalam Roh Kudus,” maka kita harus mengetahui bahwa Roh Kudus tidak akan menuntun dan menolong kita keluar dari kebenaran firman Allah. Artinya, Roh Kudus hanya akan menolong kita berdoa yang sesuai dengan kehendak Allah (bdk. Rm. 8:27). Dengan kata lain, berdoa di dalam Roh Kudus adalah berdoa yang selaras dengan firman Allah. Sanders mengatakan: “It hardly need to be said that to pray in the Spirit means to pray in harmony with the Word of God, which He has inspired. He does not speak with two voices. He will never move us to pray for something that is not sanctioned by Scripture” [“Perlu dikatakan secara tegas bahwa berdoa di dalam Roh berarti berdoa sesuai dengan Firman Allah, yang Ia telah inspirasi. Allah tidak akan berbicara dengan dua suara. Dia tidak akan menggerakkan kita berdoa untuk sesuatu yang tidak dukung oleh Alkitab].39

Korelasi Roh Kudus dengan firman Allah tersebut membuktikan bahwa orang yang terlatih berdoa di dalam pimpinan dan tuntunan Roh Kudus adalah orang yang bersedia bertumbuh di dalam pengetahuan akan firman Tuhan (Alkitab) dan menghargai otoritasnya dalam kehidupannya.40 H. W. Forst mengatakan bahwa korelasi Roh Kudus, Alkitab, dan doa tidak dapat dipisahkan. “The spirit will always lead the saint to make much of the Word, and especially God’s promises in the Word. . . . This explains that fact that the great pray-ers have always been great student of the Word” [Roh Kudus akan selalu memimpin orang kudus untuk berlimpah dalam Firman, dan khususnya janji Allah dalam Firman. . . . Ini menjelaskan fakta itu bahwa pendoa-pendoa terbesar akan selalu menjadi murid terbesar tentang Firman].41 Pemahaman demikian serupa dengan apa yang dipikirkan oleh Calvin tentang tuntunan Roh Kudus dalam doa orang percaya, yaitu:

Roh Kudus mengajar pikiran kita apa yang seharusnya kita minta di dalam doa. Di sini peran Roh Kudus dibandingkan dengan peranan-Nya di dalam memberikan pencerahan kepada kita untuk memahami Alkitab. Roh Kudus memberikan kita pengertian tentang apa yang seharusnya boleh dan layak kita doakan, serta bagaimana seharusnya kita berdoa.42

Dengan demikian, kata-kata doa yang dipanjatkan oleh orang percaya—di dalam pimpinan Roh Kudus—akan sesuai dengan kehendak Allah.

Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan pandangan Paul Y. Cho atau Robert Liardon yang “menyenangi” berkata-kata dalam bahasa roh (berglossolalia), dan yang mengklaim diri mereka berdoa di dalam pimpinan dan tuntunan Roh Kudus; padahal Alkitab hanya ditempatkan sebagai “catatan kaki” atau sebagai pelegitimasi terhadap pengalaman mereka.43 Doa orang percaya yang dipimpin Roh Kudus bukanlah doa yang berhubungan dengan bahasa lidah (roh), melainkan berdoa seperti pada umumnya berdoa, namun selaras dengan firman Allah. Roh Kudus tidak akan menuntun doa orang percaya bertentangan dengan pengajaran Alkitab, sebab Alkitab adalah firman Allah; kehendak Allah sendiri.


PERAN ROH KUDUS DALAM MEMULIAKAN ALLAH MELALUI DOA ORANG PERCAYA


Selain Roh Kudus menuntun doa orang percaya sesuai kebenaran firman Allah, Ia juga menuntun doa orang percaya untuk memuliakan Allah. Doa yang dilakukan di luar pimpinan dan tuntunan Roh Kudus akan selalu memuliakan diri sendiri (bdk. Yak. 4:1-4). Sanders mengatakan:

Prayer in the Spirit is prayer whose supreme object is “the glory of God” and only in a secondary sense is it a blessing for ourselves or for others. This is not natural to us, for it is our natural tendency to be more concerned with our own interests and glory. The Holy Spirit will help us in this weakness, and will impart the motivation to shift our center from self of God [Berdoa di dalam Roh Kudus adalah berdoa dengan objek utamanya adalah “kemuliaan Allah” dan hanya di tempat kedua adalah berkat untuk kita atau orang lain. Hal ini tentunya tidak biasa bagi kita, karena tendensi doa kita lebih memperhatikan kemualiaan dan kesenangan-kesenangan kita. Roh Kudus akan menolong kita dalam kelemahan ini, dan akan memberikan motivasi untuk mengubah keterpusatan diri kita kepada Allah].44

Karena itu, sebelum orang percaya berdoa, adalah penting untuk terlebih dahulu meminta kepada Roh Kudus tuntunan-Nya di dalam doa seperti yang dikatakan oleh Calvin: “We have to discipline ourselves to wait on the Spirit prayer” [Kita harus mendisiplin diri untuk menunggu dorongan doa Roh Kudus].45 Orang percaya tidak seharusnya terburu-buru dalam menyampaikan doanya kepada Allah, tetapi merenungkan kembali kehendak Allah dalam firman-Nya; dan dengan pertolongan Roh Kudus, ia akan memiliki kepastian bahwa doanya berkenan dan sesuai kehendak Allah. Lebih lanjut Calvin mengatakan: “No man can pray aright through the spontaneous impulse of his own feeling. Such prayer apart from the Spirit of God is nothing more than heathen babble and a mockery of God” [Tidak ada seorangpun dapat berdoa dengan benar berdasarkan gerakan hati yang spontanitas dari perasaannya sendiri. Doa yang tidak melibatkan Roh Allah adalah tidak lebih dari ocehan orang fasik dan seorang penghina Allah].46


V. KESIMPULAN

Dari studi teologis tentang berdoa “di dalam Roh Kudus,” maka kita harus mengerti bahwa Roh Kudus telah diberikan kepada setiap orang percaya (Yoh. 14:16-17, 26). Anugerah penyertaan-Nya bukan lagi “sesuatu” yang hanya diminta, melainkan harus diikuti. Demikian juga halnya dalam doa, orang percaya harus mengikuti pimpinan dan tuntunan Roh Kudus, karena ia seringkali jatuh dalam keterpusatan diri sendiri. Hanya dengan meminta pimpinan dan tuntunan Roh Kudus, maka kita dapat berdoa dengan cara yang berkenan kepada Allah dan memuliakan Dia. Karena itu Calvin menyarankan: “[T]o beg at God’s hand that he will increase in us his Holy Spirit: increase, (I say), because before we can conceive any prayer we must need have the first-fruits of the Spirit” [“Minta kepada Allah supaya Ia menambahkan kepada kita Roh Kudus: menambahkan, (Calvin katakan), karena sebelum kita dapat menyusun doa, kita perlu memiliki hasil atau dorongan pertama dari Roh Kudus”].47

Demikian pula jemaat Tuhan harus mengerti bahwa berdoa di dalam Roh Kudus tidak identik dengan berglossolalia. Mereka yang berdoa di dalam Roh Kudus (Ef. 6:18 dan Yud. 1:20), adalah mereka yang berdoa sesuai kehendak Allah, berdasarkan firman-Nya. Melalui tuntunan Roh Kudus, mereka dimampukan memanjatkan doa yang berkenan dan memuliakan Alllah. Tidak dapat disangkali, bahwa inilah perbedaan antara doa orang benar dengan doa orang fasik. Orang benar berdoa berdasarkan tuntunan Roh Kudus, sedangkan doa orang fasik berdoa berdasarkan pada keinginan hawa nafsunya. Orang benar berdoa dengan berpusat kepada Allah dan untuk kemuliaan-Nya, sedangkan orang fasik berdoa dengan berpusat pada diri sendiri dan untuk kemuliaan diri sendiri.

Namun demikian tidak jarang kehidupan doa orang percaya seringkali “serupa” dengan doa orang fasik. Mereka hanya menuntut Allah untuk memenuhi segala keinginannya, bahkan ia berani “mengatur” Allah untuk membuktikan apakah Allah benar-benar mengasihi dirinya. Bagi orang seperti ini, doa hanyalah sebagai “alat” pemaksa Allah untuk memenuhi tuntutannya. Tidak semestinya hal ini terjadi dalam kehidupan orang percaya, apabila mereka mengerti arti berdoa di dalam Roh Kudus. Karena itu, setiap orang percaya harus melatih diri untuk berdoa di dalam Roh Kudus.

1Kalimat ini merupakan sebuah pengantar dari Hesselink ketika memberikan komentar pandangan John Calvin tentang doa (Calvin’s First Catechism [Louisville: John Knox, 1997] 129).

2Siritual Theology (Yogyakarta: ANDI, 2002) 10.

3Institutio (Jakarta: Gunung Mulia, 1999) 187.

4Ibid.

5Praying in the Spirit (London: Victory, 1970) 26 [kalimat tegak merupakan penekanan dari penulis].

6Walter L. Liefeld, ketika memberikan komentar tentang Efesus 6:18, mengatakan: “The question may be ask whether to praying in the Spirit is a particular kind of prayer, or ordinary prayer (if there is such a thing) done more intensely” (Ephesians: IVP NT Commentary [ed. Grant. R. Osborne; Downers Grove: Intervarsity, 1997] 166).

7Misalnya, kalangan karismatik berpandangan bahwa arti “berdoa di dalam Roh Kudus” adalah berdoa dengan menggunakan karunia bahasa lidah (1Kor. 12-14). Beberapa buku yang memuat pandangan tersebut adalah: Paul Y. Cho, Doa: Kunci ke Arah Kebangunan Rohani (Jakarta: YPI Immanuel, 1987); Kenneth E. Hagin, Mengenal Karunia-karunia Roh Kudus (Jakarta: YPI Immanuel, 1990), dan Robert Liardon, Mengapa Iblis tidak Ingin Kita Berdoa dalam Bahasa Roh? (Jakarta: Yayasan Media Buana Indonesia, 2000). Liardon mengatakan: “Kosa kata manusiawi Anda tidak cukup untuk berdoa bagi situasi tersebut [ketika seseorang sedang menghadapi suatu tragedi]. Anda perlu berlutut dan membiarkan Roh Kudus berdoa melalui Anda dalam bahasa roh.”

8Andrew T. Lincoln, Ephesians (WBC; Dallas: Word Book, 1990) 452.

9Expository Reflection on the Letter to Ephesians (Grand Rapids: Baker, 1994) 210.

10Prayer Power Unlimited (Chicago: Moody, 1977) 64.

11Praying in the Spirit 23.

12Prayer Power 64.

13Expository Reflection on the Letter to Ephesians 210.

14Ephesians: NIV Application Commentary (Grand Rapids: Zondervan, 1996) 244 [kata dalam kurung siku adalah tambahan dari penulis].

15Menurut John R. W. Stott, perkataan Paulus dalam Efesus 5:18 memiliki korelasi dengan Galatia 5:23, yaitu bahwa orang yang dipenuhi Roh Kudus akan berada di bawah pengaruh-Nya, namun pengaruh ini tidak serupa dengan pengaruh anggur yang memabukan dan mengakibatkan seseorang tidak dapat mengontrol diri. Sebaliknya, pengaruh Roh Kudus menjadikan seseorang memiliki penguasaan diri yang semakin meningkat (Efesus: Seri Pemahaman dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini [Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2003] 198-199).

16Ibid.

17E. A. Judge, “Yudas, Surat” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (trans. Martin B. Daiton dan H. A. Oppusunggu; Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2001) 635.

18What the Holy Spirit Does in a Believer’s Life (ed. Robert Hall; Lynnwood: Emerald Book, 1993) 169.

191 and 2 Peter, Jude: NIBC (Peabody: Hendrickson, 1992) 264.

20What the Holy Spirit 173.

21Calvin’s New Testament Commentaries, a Harmony of the Gospel Matthew, Mark and Luke vol. III James and Jude (ed. David W. Torrance and Thomas F. Torrance; Grand Rapids: Eerdmans, 1989) 334.

222 Peter, Jude (NIV Application Commentary; Grand Rapids: Zondervan, 1996) 285.

23Jude, 2Peter (WBC; ed. David A. Hubbard, Glen W. Baker, Keynes; Eng: Word Publishing, 1983) 113.

24Bauckham mengatakan: “The phrase en (tw) pneumati (‘in the Spirit’) in early Christian Literature frequently means ‘in the control of the Spirit’ or ‘under the inspiration of the Spirit (Matt 22:43; Mark 12:36; Luke 2:27; 4:1; Acts 19:21; Rom 8:9; 1Cor 12:3; Rev 1:10; 4:2; Barn. 9:7; Asc. Isa. 3:19; Polycrates, ap. Eusebius, Hist. Eddl. 5. 24. ,5;cf. Did. 11:7-12)” (ibid.)

25Dunn mengatakan: “At the same time he [Yudas] encourages his readers to ‘pray in the Spirit’ (v. 20; cf. I Cor. 14.15; Eph. 6.18). His aim seem to be achieve the same sort of charismatic balance that Paul strives for in I Cor. 14. A reference to charismatic prayer, including glossolalic prayer, may therefore be presumed for Jude 20” (Jesus and the Spirit: A Study of the Religious and Charismatic Experience of Jesus and the First Christian as Reflected in the New Testament [Grand Rapids: Eerdmans, 1997] 246).

26Matson mengatakan: “What is it to pray in the Holy Ghost? I shall answer it in a word. The Spirit helpeth us in prayer in a way of gifts or grace. . . . This gift was either extraordinary and power to the first times of the gospel, when they were able of a sudden to dictate a prayer in a strange language which they had never learned; so it is said 1Cor. Xiv. 15, I will pray with the Spirit. . . . May did pray with the Spirit, that is, made use of the gift. . . . (An Exposition of Jude [Wilmington: Sovereign Grace, 1972] 337-338).

27 Doa: Kunci 188.

28(Grand Rapids: Baker, 1987) 104.

29Praying in the Spirit 23. Walter L. Liefeld juga mengatakan: “In Ephesians he urges prayer ‘in’ (not “with” as seems to be the meaning in 1 Corinthians) the Spirit, and in this case he clearly means the Holy Spirit. It is doubtful whether he is referring to praying in tongues here. More, likely he is referring to abiding spiritual relationship with God, perhaps as described in Jesus’ “upper room discourse” (Jn. 14-16); both the Holy Spirit and prayer are prominent in teaching” (Ephesians 167).

30Ibid. 24-25 [kata dalam kurung siku dari penulis].

31LAI menulis kata “roh” dengan huruf kapital pada awal kata, sehingga mengacu kepada “Roh Kudus,” padahal yang tepat adalah “roh” dengan huruf kecil karena kata itu mengacu pada karunia bahasa roh (1Kor. 14:1-2).

32Understanding Spiritual Gifts: a Verse-by-Vers Study of 1 Corinthians 12-14 (Grand Rapids: Kregel, 1999) 87.

33Praying in the Spirit 25.

34Understanding spiritual Gifts 87 [kata dalam kurung siku dari penulis].

35The Epistle to the Romans (NICNT; Grand Rapids: Eerdmans, 1998) 523.

36“Prayer” dalam Dictionary of Paul and His Letters (ed. Gerald F. Hawthrone, Ralph P. Marthin, Daniel G. Reid; Downers Grove: Intervarsity, 1993) 73.

37Calvin: Instituties of the Christian Religion (ed. J. T. McNeill; LCC; 2 vols.; Philadelphia: Westminster, 1960) III.xx.1. Lihat Ronald S. Wallace, Calvin’s Doctrine of the Christian Life (Eugene: Wipf and Stock Publisher, 1997) 286-287.

38Calvin’s New Testament Commentary: the Epistles of Paul to the Romans and Thessalonians (ed David W Torrnce and Thomas F. Torrance; Grand Rapids: Eerdmans, 1980) 178.

39Prayer Power 62.

40Menurut John R. W. Stott, penegasan Paulus agar jemaat Tuhan di Efesus berdoa di dalam Roh Kudus tidak dapat dilepaskan dari pengertian tentang “pedang Roh” (firman Allah). Ia mengatakan: “Doa di dalam Roh, dipicu dan dibimbing oleh Roh, sebagaimana firman Allah adalah “pedang Roh” yang digunakan sendiri oleh Roh” (Efesus 262).

41Prayer Power 62.

42Christian Sulistio, “Peranan Roh Kudus di dalam Doa Menurut Joh Calvin,” Veritas 2/2 (Oktober 2001) 182.

43Lih. Daniel Lucas Lukito, “Esensi dan Relevansi Teologi Reformed,” Veritas 2/2 (Oktober 2001) 153.

44Prayer Power 62.

45Wallace, Calvin’s Doctrine 287.

46 Ibid 286.

47Calvin’s Commentaries: John 12-21, Acts 1-13 (Grand Rapids: Baker, 1984) 58.